Nilai tukar petani
Nilai tukar
petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang
diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase.[1][2][3]
Nilai tukar petani merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkat
kesejahteraan petani.[4]
Pengumpulan data dan perhitungan NTP di Indonesia
dilakukan oleh Biro Pusat Statistik.[1]
Indeks harga
yang diterima petani (IT) adalah indeks harga yang
menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani. Dari nilai
IT, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks
ini digunakan juga sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor
pertanian.
IT dihitung
berdasarkan nilai jual hasil pertanian yang dihasilkan oleh petani, mencakup
sektor padi,
palawija,
hasil
peternakan, perkebunan rakyat, sayuran,
buah, dan hasil perikanan
(perikanan tangkap maupun budi daya).
Indeks harga
yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang
menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik kebutuhan
untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian.
Dari IB, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh
petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta
fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.
Perkembangan IB juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan.
IB dihitung
berdasarkan indeks harga yang harus dibayarkan oleh petani dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya dan penambahan barang modal dan biaya produksi, yang dibagi
lagi menjadi sektor makanan dan barang dan jasa non makanan.
Secara umum NTP
menghasilkan 3 pengertian :
- NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik dan menjadi lebih besar dari pengeluarannya.
- NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya.
- NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun dan lebih kecil dari pengeluarannya.
Nilai tukar
petani dapat bervariasi di setiap daerah dan berfluktuasi seiring waktu. Nilai
tukar petani dihitung secara skala nasional maupun lokal. Nilai tukar petani
secara nasional pada periode Oktober 2013 mengalami peningkatan 0.71% dari
104,56 poin pada periode September 2013 ke 105,30 poin namun
secara lokal, misal di Jambi, didapatkan hasil yang berbeda. Di Jambi pada periode
yang sama nilai tukar petani naik sebesar 0,63 persen dibanding bulan
sebelumnya yaitu dari 87,56 point menjadi 88,11 point pada Oktober 2013. Peningkatan nilai tukar
petani di Bali juga dilaporkan berbeda, yakni sebesar 0,16 persen dari 106,82
persen pada September 2013 menjadi 107 persen pada bulan Oktober 2013.
Orientasi
pembangunan saat ini yang berfokus pada industri dan modal cenderung
mengesampingkan pembangunan pertanian pedesaan, sehingga indikator nilai tukar
petani tidak masuk ke dalam tujuan pembangunan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar