Sistem Monopoli VOC
Kebijakan pemerintah kolonial yang paling lama di Indonesia adalah
monopoli perdagangan oleh VOC. Dua abad sejak berdiri, pengaruh VOC baik di
bidang ekonomi maupun politik sudah tersebar di berbagai wilayah Indonesia. VOC
telah mengambil banyak keuntungandari pelaksanaan monopoli perdagangan terutama
rempah-rempah.
Zaman kolonial di Indonesia sesungguhnya sudah climulai sejak tahun 1511
setelah bangsa Portugis menduduki Malaka dan tahun kemudian menduduki Maluku.
Kolonialisme berasaI dari nama seorang petani Romawi yaitu Colonus yang pergi
jauh untuk mencari tanah yang belum dikerjakan. Lama-lama banyak orang yang
tertarik dan mengikuti jejaknya. Mereka kemudian bersama-sama menetap di suatu
tempat yang baru tersebut yang kemudian disebut colonia.
VOC yang berdiri pada tanggal 20 Maret 1602 tersebut terus berkembang dan
berhasil menguasai beberapa daerah penghasil rempah-rempah di Indonesia, hal
ini karena VOC merupakan wakil resmi dari kerajaan Belanda dengan diberikan hak
Octrooi (hak istimewa) antara lain:
a. Hak monopoli perdagangan
b. Hak mencetak dan mengeluarkan uang
c. Hak mengadakan perjanjian
d. Hak mengumurnkan perang
e. Hak menjalankan kekuasaan kehakiman
f. Hak memungut pajak
g. Hak memiliki angkatan perang
h. Hak menyelenggarakan pemerintahan sendiri
Dengan hak-hak istimewa yang dimiliki oleh VOC, maka kongsi dagang yang
sering disebut Kompeni ini berkembang dengan cepat. Kedudukan Portugis mulai
terdesak, dan bendera Kompeni mulai berkibar.
Pada saat itu, dalam upaya memperlancar aktivitas organisasi, VOC pada tahun 1610 memutuskan untuk membentuk jabatan Gouverneur Generaal sebagai wakil Heeren XVII di Asia, yang pada waktu itu berkedudukan di Maluku. Gubernur Jenderal VOC pertama Pieter Booth.
Pada saat itu, dalam upaya memperlancar aktivitas organisasi, VOC pada tahun 1610 memutuskan untuk membentuk jabatan Gouverneur Generaal sebagai wakil Heeren XVII di Asia, yang pada waktu itu berkedudukan di Maluku. Gubernur Jenderal VOC pertama Pieter Booth.
Kebijakan ekspansif itu semakin mudah untuk diwujudkan ketika Jan
Pieterszoon Coen yang bersemboyan "tidak ada perdagangan tanpa perang dan
juga tidak ada perang tanpa perdagangan" diangkat menjadi Gouverneur
Generaal pada tahun 1619. Ia memindahkan pos dagang VOC di Banten dan kantor
pusat VOC dari Maluku ke Batavia, dalam persaingan dengan sesama Barat
memperkuat kepercayaan diri VOC, sehingga Portugis terpaksa harus segera pergi
dari kepulauan Maluku dan kemudian menyerahkan Melaka kepada VOC pada tahun
1641. Sebelum itu, Belanda dengan keunggulan senjata dan memanfaatkan kompetisi
dan konflik di antara penguasa lokalnya, berhasil memonopoli perdagangan pala,
fuli dan cengkeh di Maluku.
Bentuk aturan paksaaan VOC yang diterapkan di Indonesia, antara lain:
A.
Aturan monopoli dagang, yaitu menguasai sendiri seluruh
perdagangan rempah-rempah di Indonesi.
B.
Contingen Stelsel, yaitu pajak yang harus dibayar oleh
rakyat dengan menyerahkan hasil bumi.
C.
Verplichte Leverantie, yaitu kewajiban menjual hasil
bumi hanya kepada VOC dengan harga yang telah ditetapkan.
D.
Preangerstelsel, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada
rakyat Priangan untuk menanam kopi
Kompeni
mengikat raja-raja dengan berbagai perjanjian yang merugikan. Makin lama
Kompeni makin berubah menjadi kekuatan yang tidak hanya berdagang, tetapi ikut
mengendalikan pemerintahan di Indonesia. Kompeni mempunyai pegawai dan anggota
tentara yang semakin banyak. Daerah kekuasaannya pun semakin luas. Tentu
Kompeni membutuhkan biaya besar untuk memelihara pegawai dan tentaranya. Biaya
itu diambil dari penduduk. Pada zaman kompeni penduduk kerajaan-kerajaan
diharuskan menyerahkan hasil bumi seperti beras, lada, kopi, rempah-rempah,
kayu jati dan lain sebagainya kepada VOC.
Hasil bumi
itu harus dikumpulkan pada kepala desa dan untuk setiap desa ditetapkan jatah
tertentu. Kemudian kepala desa menyerahkannya kepada bupati untuk disampaikan
kepada Kompeni. Tentu saja Kompeni tidak mendapatkannya dengan gratis, tetapi
juga memberi imbalan berupa harga hasil bumi itu. Tetapi harga itu ditetapkan
oleh Kompeni, dan tidak ada tawar-menawar terlebih dahulu. Lagi pula, uang
harga pembelian itu tidak untuk sampai ke tangan petani di desa-desa. Biasanya
uang itu sudah dipotong oleh pegawai-pegawai VOC maupun oleh kepala-kepala
daerah pribumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar